Energi yang bersumber dari fosil makin menipis. Indonesia yang berada di garis Katulistiwa, mendapat keuntungan besar dengan sinar matahari yang konsisten bersinar sepanjang tahun. Potensi sinar matahari untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi baru terbarukan (EBT) sangat besar.
Sinar matahari bisa dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan teknologi sel surya. Menurut riset, intensitas harian radiasi sinar matahari di Indonesia sekitar 4.8 kWh/m2 yang jika dikonversi menjadi listrik akan menghasilkan sekitar 207.9 GWp (Gigawatt-peak).
Hanya saja, menurut studi energi terbarukan kapasitas PLTS Atap di seluruh Indonesia mampu mencapai 194 GW, namun hingga saat ini hanya 44 MW yang tercatat telah dibangun hingga akhir tahun 2021.
PT Solarion Energi Alam (Solarion) perusahaan lokal yang didirikan yang juga CEO Solarion, Lasman Citra, seorang pengusaha yang berkecimpung lama di industri energi, teknologi informasi, dan real estate, berkomitmen kuat mendukung peningkatan pemanfaatan EBT di energi surya.
Hal ini diwujudkan dalam target pembangunan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) dari Solarion di Indonesia yang cukup besar yaitu 500 MW dalam kurun waktu 3 hingga 5 tahun mendatang. Target pembangunan PLTS ini setara dengan mengalirkan listrik ke 42.000 rumah dan mengurangi emisi karbon sebesar 338,323-ton CO2.
Solarion menyediakan instalasi PLTS berkualitas tinggi yang mampu mengurangi tagihan listrik untuk tempat tinggal, usaha, dan berbagai fasilitas umum melalui energi hijau. Kami memperhatikan hingga detail terkecil dalam setiap pembangungan PLTS dan solutif dalam menyelesaikan berbagai kendala di lapangan. Solarion memiliki visi untuk mempercepat transisi menuju energi terbarukan di Indonesia, sekaligus membuat perbedaan bagi lingkungan sekitar.
Komitmen Salarion juga ditunjukan dengan kemampuan dukungan pendanaan atau investasi bagi pelaku bisnis yang ingin membangun PLTS di pabrik atau perkantorannya. Setidaknya Solarian memiliki kekuatan pendanaan hingga US$ 350 juta yang sumbernya berasal dari kombinasi dari pendanaan ekuitas dan pinjaman dari beberapa bank terakreditasi baik dari dalam maupun luar negeri.
Bukan hanya pendanaan, dukungan SDM andal disiapkan Solarian agar para klien dimudahkan dalam memanfaatkan PLTS dalam lingkungan usahanya. Salah satunya, Graham Pearson, Chief Operating Officer PT Solarion Energi Alam. Graham adalah seorang profesional di bidang energi terbarukan yang telah membangun dan menjalankan beberapa proyek PLTS di Australia. Graham memimpin pengembangan dan akuisisi aset proyek PLTS sebesar 1,5 GW dan berperan penting dalam pembangunan 25 MW PLTS untuk Solarion di Australia.
Graham juga tergabung sebagai dewan penasihat untuk Australian Energy Council. Dalam beberapa kesempatan Graham banyak berhubungan dengan pemerintahan untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan regulasi di bidang energi. Graham juga menjadi pembicara di beberapa konferensi dan seminar.
“Perkembangan energi terbarukan di Australia sangat cepat. Tahun 2021, lebih dari 3,3 GW PLTS telah dibangun. Pembangunan PLTS untuk tempat tinggal dan kawasan industri di Australia telah mencapai 24,9% dari total potensi pemanfaatan energi terbarukan yang mungkin dilakukan,” ujar Graham.
Ia meyakini tidak butuh waktu lama bagi Indonesia untuk mencapai skala yang sama dengan Australia. Terlebih tingginya populasi dan perkembangan ekonomi di Indonesia, kebutuhan terhadap energi listrik menjadi tiga kali lipat jika dihitung dari tahun 2015 sampai 2030.
Keyakinan Graham tersebut makin kuat dengan makin tinggi pemahaman masyarakat di Indonesia tentang perubahan iklim di bumi. Ini tentu mendorong pelaku usaha lebih peduli terhadap konsep industri hijau dan mengurangi emisi karbon dengan memasang PLTS.
Diungkap Graham bahwa sepanjang 2 tahun pandemi, para klien Solarion yang membangun PLTS, terbantu dalam mengelola tagihan listriknya. Ketika pabrik atau kantor harus mengurangi kegiatannya di saat pembatasan gerak dan kumpul massa, para klien yang bergerak di industri teknologi, ban, gas dan sebagainya itu, bisa menekan tagihan listrik hingga 20%.
“Kami melakukan ini semua dengan membuat energi surya dapat dimanfaatkan oleh semua orang melalui opsi pembiayaan pembangunan PLTS kami yang unik. Tanpa membayar apa pun di muka, Solarion memungkinkan pelaku bisnis memiliki PLTS yang secara signifikan dapat mengurangi biaya listrik dan mengurangi emisi karbon,” ujarnya. Dengan konsep ini, dapat menekan PLTS mangkrak karena tidak ada lagi dukungan layanan perawatan. Jadi konsep ini pelaku industri akan mendapat dukungan pendanaan dan pemasangan yang kontrak perawatannya selama 25-30 tahun.
Solarion sendiri saat ini memiliki pipeline pembangunan PLTS lebih dari 100 MW dan sedang menyelesaikan beberapa proyek PLTS sebagai bagian dari G20 Summit yang akan dilaksanakan di Indonesia akhir tahun nanti. Saat ini nilai proyek PLTS yang terpasanh oleh Solarion bernilai US$ 5 juta.
Beberapa proyek yanh terlihat adalah PLTS yang dimanfaatkan Jasamarga (jalan tol menuju Bandara) di Bali, Water Boom Kuta (projek pertama Solarion dengan besaran 2 Megawatt), mal Bali Galeria serta sebuah projek di Australia (solar farm IPP project sebeswr 25 megawatt).
“Kepastian regulasi dari PLN terhadap kapasitas energi yang diizinkan untuk pembangunan PLTS Atap akan sangat membantu menstimulasi investasi PLTS di Indonesia,” kata Graham.
source: swa.co.id